Makna Kemerdekaan Bagi Penyandang Disabilitas dan OYPMK

By Bowo Susilo - 11:25

Indonesia belum lama ini memperingati HUT RI yang ke-77, tentunya ini menjadi semangat kemerdekaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Walau pandemi belum seratus persen selesai, tapi upacara kemerdekaan tahun ini resmi digelar di Istana Negara. Karena tahun sebelumnya peringatan kemerdekaan hanya dilaksanakan secara terbatas.

Jujur bangga banget dan terharu akhirnya upacara kemerdekaan bisa diselenggarakan secara offline kembali. Menariknya seluruh daerah di Indonesia pun bisa menggelar upacara kemerdekaan dengan hikmat dan tetap menerapkan protokol kesehatan. Sebenarnya ini kesempatan aku untuk bisa mengikuti upacara di Istana Negara, mumpung lagi di Jakarta kan. Tapi kemarin itu aku telat daftar, jadinya nggak kebagian tiketnya hiks.

Pemerintah tahun ini mengusung tema “Pulih Lebih Cepat dan Bangkit Lebih Kuat”. Inilah tema kemerdekaan yang ke-77. Karena masih dalam suasana pandemi, tema ini memang sudah sangat tepat. Semuanya harus bisa pulih dan bangkit dengan semangat kemerdekaan. Semuanya harus merdeka tanpa terkecuali termasuk para penyandang disabilitas dan OYPMK.


Lalu makna kemerdekaan bagi penyandang disabilitas dan OYPMK seperti apa

Tanggal 24 Agustus 2022 aku berkesempatan untuk mengikuti talkshow ruang publik KBR. Nah pada talkshow kali ini mengangkat tema “Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK, Seperti Apa?” Penyandang disabilitas dan OYPMK memang sudah seharusnya mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah nih. Dan ini adalah momen yang pas bersamaan dengan kemerdekaan Republik Indonesia.

Perlu diketahui bahwa penyandang disabilitas baik yang disebabkan oleh kusta atau ragam disabilitas lainnya masih tetap terjebak dalam lingkaran diskriminasi. Nah salah satu hambatan terbesarnya ialah meskipun penderita kusta telah dinyatakan sembuh, dianggap telah menyelesaikan segala rangkaian pengobatan atau dapat dikatakan RFT (Release From Treatment) namun status atau predikat penyandang kusta akan tetap ada pada dirinya seumur hidup. Hal inilah yang menjadi dasar permasalahan psikologis pada orang yang pernah mengalami kusta.

Tentunya buat penyandang disabilitas dan OYPMK tidak mudah untuk menghadapi stigma negatif di masyarakat. Masih banyak yang belum aware dengan keberadaan teman-teman penyandang disabilitas dan OYPMK. Padahal mereka ini sama saja dengan masyarakat pada umumnya yang berhak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dan bisa merdeka bareng-bareng.

Orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) juga akan mengalami gangguan dalam hidupnya seperti gangguan kesejahteraan psikologis, gangguan hubungan sosial dan masalah dengan lingkungan sekitar. Ini permasalahan yang cukup kompleks, makanya mereka sulit untuk kembali ke masyarakat.

Udah gitu masyarakat sekitar pun kadang masih banyak yang kurang aware dengan keberadaan mereka. OYPMK nggak jarang ditemukan kesulitan karena keterbatasan dan kurangnya dukungan sosial dari masyarakat itu sendiri, hal ini menandakan sulitnya kebebasan dan kemerdekaan bagi penyandang disabilitas dan OYPMK dalam pemenuhan hak hidup, lingkungan inklusif hanya akan menjadi impian belaka. Akankah mereka seperti itu terus menerus?

Penyandang disabilitas dan OYPMK berhak mendapatkan kemerdekaan, seperti apa?

Nah pada acara talkshow kali ini menghadirkan narasumber diantaranya Dr. Mimi Mariani Lusli selaku Direktur Mimi Institute dan Marsinah Dhedhe selaku OYPMK/aktivis wanita dan difabel.  

Di momen kemerdekaan Republik Indonesia ini, apa makna kemerdekaan bagi penyandang disabilitas dan OYPMK. Mereka harus bisa mendapatkan kebebasan dalam berkarya, kesejahteraan mental dan bersosialisasi di masyarakat tanpa adanya hambatan dan stigma kusta baik dari diri sendiri maupun stigma lingkungan yang melekat pada dirinya.


Marsinah Dhedhe pernah mengalami kusta sejak usia 8/9 tahun. “Saya waktu itu taunya lepra, sesuatu yang bahaya banget. Ditempat saya itu bahkan keluarga saya nggak ada yang kena kusta, cuma saya yang terkena kusta. Negara harus mengafirmasi, mendorong disabilitas agar tidak tertinggal. Mereka diberikan peluang untuk bekerja, diberikan skill, diberikan peningkatan kapasitas, termasuk soal hubungan-hubungan pendidikan”, jelas Dhedhe.

Dr. Mimi Mariani Lusli menjelaskan bagaimana mensosialisasikan kusta dengan masyarakat. Kalau kita gencar melakukan publikasi penjelasan kepada masyarakat, contohnya Covid-19 dua tahun kita gencar kasih informasi pengetahuan, orang sadar memakai masker dan bisa mengubah kebiasaan yang tadinya nggak mau pakai masker akhirnya mau pakai masker. Sama dengan kusta, kalau pemerintah mau menganggarkan dana pada kementerian-kementerian terkait untuk melakukan publikasi maka akan aware juga masyarakatnya, jelasnya.

Lalu apa nih peran masyarakat dan orang-orang terdekat dalam upaya mendukung pemberdayaan penyandang disabilitas dan OYPMK? Kita semua wajib memberikan dukungan kepada mereka para penyandang disabilitas dan OYPMK. Apalagi keluarga terdekatnya, harus lebih ambil peran untuk mendukung mereka.

Semoga makin banyak yang aware dengan keberadaan para penyandang disabilitas dan OYPMK. Dan mereka bisa mendapatkan hak-hak yang sama. Aamiin…



  • Share:

You Might Also Like

0 komentar