Indonesia
belum lama ini memperingati HUT RI yang ke-77, tentunya ini menjadi semangat kemerdekaan
bagi seluruh rakyat Indonesia. Walau pandemi belum seratus persen selesai, tapi
upacara kemerdekaan tahun ini resmi digelar di Istana Negara. Karena tahun
sebelumnya peringatan kemerdekaan hanya dilaksanakan secara terbatas.
Jujur
bangga banget dan terharu akhirnya upacara kemerdekaan bisa diselenggarakan
secara offline kembali. Menariknya seluruh daerah di Indonesia pun bisa
menggelar upacara kemerdekaan dengan hikmat dan tetap menerapkan protokol
kesehatan. Sebenarnya ini kesempatan aku untuk bisa mengikuti upacara di Istana
Negara, mumpung lagi di Jakarta kan. Tapi kemarin itu aku telat daftar, jadinya
nggak kebagian tiketnya hiks.
Pemerintah
tahun ini mengusung tema “Pulih Lebih Cepat dan Bangkit Lebih Kuat”. Inilah tema
kemerdekaan yang ke-77. Karena masih dalam suasana pandemi, tema ini memang
sudah sangat tepat. Semuanya harus bisa pulih dan bangkit dengan semangat
kemerdekaan. Semuanya harus merdeka tanpa terkecuali termasuk para penyandang
disabilitas dan OYPMK.
Lalu
makna kemerdekaan bagi penyandang disabilitas dan OYPMK seperti apa
Tanggal
24 Agustus 2022 aku berkesempatan untuk mengikuti talkshow ruang publik KBR. Nah
pada talkshow kali ini mengangkat tema “Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK, Seperti Apa?”
Penyandang disabilitas dan OYPMK memang sudah seharusnya mendapatkan perhatian
khusus oleh pemerintah nih. Dan ini adalah momen yang pas bersamaan dengan
kemerdekaan Republik Indonesia.
Perlu
diketahui bahwa penyandang disabilitas baik yang disebabkan oleh kusta atau
ragam disabilitas lainnya masih tetap terjebak dalam lingkaran diskriminasi.
Nah salah satu hambatan terbesarnya ialah meskipun penderita kusta telah
dinyatakan sembuh, dianggap telah menyelesaikan segala rangkaian pengobatan
atau dapat dikatakan RFT (Release From Treatment) namun status atau predikat
penyandang kusta akan tetap ada pada dirinya seumur hidup. Hal inilah yang
menjadi dasar permasalahan psikologis pada orang yang pernah mengalami kusta.
Tentunya
buat penyandang disabilitas dan OYPMK tidak mudah untuk menghadapi stigma
negatif di masyarakat. Masih banyak yang belum aware dengan keberadaan
teman-teman penyandang disabilitas dan OYPMK. Padahal mereka ini sama saja
dengan masyarakat pada umumnya yang berhak untuk mendapatkan perlakuan yang
sama dan bisa merdeka bareng-bareng.
Orang
yang pernah mengalami kusta (OYPMK) juga akan mengalami gangguan dalam hidupnya
seperti gangguan kesejahteraan psikologis, gangguan hubungan sosial dan masalah
dengan lingkungan sekitar. Ini permasalahan yang cukup kompleks, makanya mereka
sulit untuk kembali ke masyarakat.
Udah
gitu masyarakat sekitar pun kadang masih banyak yang kurang aware dengan
keberadaan mereka. OYPMK nggak jarang ditemukan kesulitan karena keterbatasan
dan kurangnya dukungan sosial dari masyarakat itu sendiri, hal ini menandakan
sulitnya kebebasan dan kemerdekaan bagi penyandang disabilitas dan OYPMK dalam
pemenuhan hak hidup, lingkungan inklusif hanya akan menjadi impian belaka. Akankah
mereka seperti itu terus menerus?
Penyandang
disabilitas dan OYPMK berhak mendapatkan kemerdekaan, seperti apa?
Nah
pada acara talkshow kali ini menghadirkan narasumber diantaranya Dr. Mimi
Mariani Lusli selaku Direktur Mimi Institute dan Marsinah Dhedhe selaku
OYPMK/aktivis wanita dan difabel.
Di
momen kemerdekaan Republik Indonesia ini, apa makna kemerdekaan bagi penyandang
disabilitas dan OYPMK. Mereka harus bisa mendapatkan kebebasan dalam berkarya,
kesejahteraan mental dan bersosialisasi di masyarakat tanpa adanya hambatan dan
stigma kusta baik dari diri sendiri maupun stigma lingkungan yang melekat pada
dirinya.
Marsinah
Dhedhe pernah mengalami kusta sejak usia 8/9
tahun. “Saya waktu itu taunya lepra, sesuatu yang bahaya banget. Ditempat saya itu
bahkan keluarga saya nggak ada yang kena kusta, cuma saya yang terkena kusta.
Negara harus mengafirmasi, mendorong disabilitas agar tidak tertinggal. Mereka
diberikan peluang untuk bekerja, diberikan skill, diberikan peningkatan
kapasitas, termasuk soal hubungan-hubungan pendidikan”, jelas Dhedhe.
Dr.
Mimi Mariani Lusli menjelaskan bagaimana
mensosialisasikan kusta dengan masyarakat. Kalau kita gencar melakukan
publikasi penjelasan kepada masyarakat, contohnya Covid-19 dua tahun kita gencar
kasih informasi pengetahuan, orang sadar memakai masker dan bisa mengubah
kebiasaan yang tadinya nggak mau pakai masker akhirnya mau pakai masker. Sama
dengan kusta, kalau pemerintah mau menganggarkan dana pada
kementerian-kementerian terkait untuk melakukan publikasi maka akan aware juga
masyarakatnya, jelasnya.
Lalu
apa nih peran masyarakat dan orang-orang terdekat dalam upaya mendukung
pemberdayaan penyandang disabilitas dan OYPMK? Kita semua wajib memberikan dukungan
kepada mereka para penyandang disabilitas dan OYPMK. Apalagi keluarga
terdekatnya, harus lebih ambil peran untuk mendukung mereka.
Semoga
makin banyak yang aware dengan keberadaan para penyandang disabilitas dan
OYPMK. Dan mereka bisa mendapatkan hak-hak yang sama. Aamiin…