Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, Kemenkes RI Ajak Masyarakat Untuk Melakukan Pencegahan Bunuh Diri

By Bowo Susilo - 23:04



Kesehatan jiwa memang harus terus dijaga dengan baik. Ya, sehat itu bukan hanya sehat fisik saja, melainkan harus sehat jiwa juga pastinya. Mungkin teman-teman semua sering menjumpai seseorang yang mengalami gangguan jiwa dalam kehidupan sehari-hari. Ya, kondisi seperti itu sangat berbahaya bagi mereka, karena bisa berakibat fatal seperti mencoba melakukan bunuh diri.

Lalu, Kesehatan Jiwa itu seperti apa sih?

Seseorang bisa dikatakan sehat jiwa, artinya individu tersebut dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial. Dengan demikian, individu tersebut menyadari kemampuan diri sendiri untuk dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Hal tersebut sesuai dengan UU No. 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa.

Rabu, 9 Oktober 2019 saya berkesempatan untuk mengikuti acara yang diselenggarakan oleh Kemenkes RI yaitu memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Saya sangat tertarik dengan topik pembahasan soal kesehatan jiwa. Karena ini sangat penting untuk dapat diketahui dengan baik.

Dalam kesempatan ini, Kemenkes RI menghadirkan tiga narasumber untuk membahas soal Kesehatan Jiwa. Narasumber yang pertama yaitu dr Fidiansyah M.A Sp.KJ, MPH, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementrian Kesehatan RI.


Dalam sambutannya, beliau mengajak kepada seluruh masyarakat untuk aware terhadap kesehatan jiwa. Apalagi sekarang ini era digital terus berkembang dengan pesat di Indonesia. Nah tentunya kita semua harus melek digital dan ikut berkontribusi untuk masalah kesehatan jiwa ini.

Kontribusi yang bisa dilakukan ialah membagikan informasi bahwa bunuh diri merupakan kerugian bagi masyarakat. Jangan sampai ada yang beranggapan bahwa bunuh diri akan menyelesaikan masalah atau alas an yang lainnya. 

Selain itu juga, bisa menginformasikan kepada masyarakat tentang bagaimana cara menghindari tindakan bunuh diri. Sebagai pengguna sosial media aktif, tentu juga kita harus hati-hati dalam menyebarkan informasi. Jangan sampai salah saat menyebarkan informasi kepada masyarakat luas. Nah agar tidak salah soal penyebaran informasi alangkah baiknya berkordinasi terlebih dahulu dengan petugas kesehatan. Informasi yang kita tulis harus memiliki sumber yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan. 


Pembicara yang kedua yaitu Ibu Novy Yulianty, M.PSI, Psikolog. Beliau banyak berbagi pengalamannya soal depresi. Siapa sangka seorang psikolog juga bisa depresi. Ya, semua itu mungkin saja terjadi karena seorang psikolog juga manusia biasa yang bisa terserang berbagai macam penyakit seperti masyarakat biasa atau seorang yang bukan psikolog pada umumnya. 

Saya benar-benar dapat ilmu baru dari pemaparan Ibu Novy. Beliau mengalami depresi pasca melahirkan. Menjadi seorang ibu tentu adalah anugerah dari Allah SWT, karena semua perempuan pastinya ingin menjadi ibu. Nah kondisi yang sebaliknya dirasakan oleh Ibu Novy yang tidak suka dengan kelahiran anaknya.


Ibu Novy mengalami depresi (tidak suka dengan kelahiran anaknya) selama kurang lebih 2,5 tahun. Selama itu, beliau merasa kesal banget dengan kehadiran bayinya, hingga suatu hari sampai ingin membuang bayinya. Seiring berjalannya waktu, beliau mulai menerima kehadiran bayinya sampai berumur 2,5 tahun. Pada saat itulah, beliau benar-benar merasakan kebahagiaan menjadi seorang ibu.

Ibu Novy mengakui kesalahannya, jika dirinya tidak mau terbuka kepada orang lain. Sehingga depresi atau gangguan jiwa tersebut ia pendam sendiri. Nah dalam talkhsow kemarin, beliau berpesan terhadap semua masyarakat agar terbuka jika memiliki masalah depresi yang sedang dialami. Dengan demikian agar bisa dibantu solusinya. 

Nah pembicara terakhir yaitu Dr. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si,. Ikatan Psikologi Klinis. Sebagai seorang psikolog, beliau paham betul soal gangguan jiwa yang sewaktu-waktu bisa dialami oleh manusia. Setiap orang bisa saja terkena depresi atau gangguan jiwa. Bahkan seorang Psikolog sekalipun.

Beliau mengajak masyarakat untuk ramai-ramai mempromosikan kesehatan jiwa. Nah salah satu caranya adalah dimulai dari diri sendiri baru ke orang lain. Prevalensi RT dengan ART gangguan jiwa Skizofrenia/Psikosis 0,67% atau sekitar 282.654 RT (Riskesdas 2018). Tingginya angka ini menyebabkan tingginya beban kesehatan dan rendahnya kualitas dan produktivitas SDM.


Yuk sama-sama bersosialisasi bahwa bunuh diri itu bukan solusi dan itu dosa besar.
Semoga kita semua selalu diberikan kesehatan, Aamiin… 



  • Share:

You Might Also Like

1 komentar

  1. Waaah nggak nyangka kalau seorang psikolog juga bisa depresi.
    Akhir akhir ini juga rame bahas tentang post partum depression, depresi yang dialami ibu setelah melahirkan. Sedihnya tuh kadang ada yang mengaitkan depresi dengan iman.
    Katanya kalau kurang iman jadi depresi.
    Padahal ya itu adalah dua hal yang berbeda lho.

    ReplyDelete