Bowo Susilo

Beberapa waktu lalu aku sempat datang ke event BIGFAN Miyako di Taman Ismail Marzuki. Awalnya sih cuma niat lihat-lihat pameran produk elektronik, tapi ternyata suasananya seru banget! Bayangin aja, ada stand kipas angin raksasa yang langsung menarik perhatian pengunjung. Ademnya kerasa bahkan dari jauh hehe. Dan bukan cuma karena anginnya, tapi juga karena vibes-nya yang fun banget.

Di situ aku baru tahu kalau event ini bukan sekadar pameran produk, tapi juga bentuk apresiasi Miyako untuk masyarakat Indonesia yang udah lama percaya sama produk lokal berkualitas. Dan yang paling menarik buatku, ternyata ini tuh Kipas Angin Nikita Willy yang sedang viral itu! Kebayang dong, kalau artis sekelas Nikita Willy aja nyaman sama produknya, berarti ada sesuatu yang memang istimewa di balik kipas ini.

Kipas Angin Itu Penting, Baik Musim Panas atau Musim Hujan

Hayo pasti banyak yang mikir kalau kipas angin cuma berguna saat cuaca panas saja. Padahal, di musim hujan justru perannya makin terasa. Rumah sering lembab, udara terasa pengap, dan sirkulasi udara jadi nggak lancar. Nah, di situ lah fungsi Kipas Angin jadi penyelamat.

Kipas Angin bisa bantu menjaga sirkulasi udara tetap segar dan nyaman, terutama di ruangan tertutup. Udara yang bergerak bikin ruangan nggak pengap, sekaligus membantu mencegah jamur tumbuh di dinding atau furnitur karena kelembapan berlebih.

Aku sendiri termasuk orang yang suka kerja di rumah. Dan kadang, ide itu muncul justru saat udara sejuk dan kepala adem. Jadi, keberadaan kipas angin itu bukan cuma soal kenyamanan fisik, tapi juga mood booster. Nggak percaya? Coba deh nulis, kerja, atau rebahan di ruangan tanpa kipas, pasti cepat sumpek dan bawaannya mager haha.

Pokoknya kpas angin tuh penyelamat banget pas cuaca panas atau hujan. Selain bikin udara lebih sejuk dan segar, kipas juga hemat listrik dibanding AC. Apalagi sekarang modelnya makin beragam, ada yang estetik, bisa diatur kecepatannya, sampai pakai timer. Simple, fungsional, tapi tetap gaya!

Kenalan Sama Kipas Angin Miyako: Si Adem yang Bikin Nyaman

Pas di event BIGFAN Miyako, aku sempat lihat langsung Kipas Angin Miyako KAS-1697 DRW. Dari tampilannya aja udah modern banget, beda dari kipas angin konvensional yang biasanya bulky dan berisik gitu.

Desainnya elegan dengan crystal blade yang bening, bikin tampilannya mewah tapi tetap kokoh. Bagian jaringnya juga udah pakai musang anti karat, jadi nggak perlu khawatir soal karat yang bikin kipas cepat rusak.

Satu hal yang bikin aku kagum adalah Kipas Angin Miyako ini udah pakai Eco Power dengan DC Motor, yang artinya hemat listrik banget yaitu cuma 45 Watt aja! Tapi hembusan anginnya kuat sampai 13,25 meter. Jadi walau hemat energi, performanya tetap maksimal.

Dan buat yang suka dengan ketenangan (kayak aku kalau lagi ngedit video atau nulis script), fitur Silence Sound dari kipas ini tuh life saver banget. Suaranya super senyap, cuma sekitar 61,7 dB yang bikin fokus tetap terjaga tanpa gangguan suara mesin.

Selain itu, kipas ini juga dilengkapi remote control, jadi nggak perlu repot bangun kalau mau ganti kecepatan atau set timer-nya (yang bisa sampai 9 jam!). Buat aku yang sering ketiduran sambil nyalain kipas, fitur timer ini berguna banget sih.

Dan yang bikin makin tenang, Kipas Angin Miyako udah dilengkapi Thermofuse, jadi motor kipasnya aman dari risiko overheat. Plus, ada garansi tanpa syarat 3 tahun untuk motor kipas dan jaringnya. Jujur, jarang banget ada brand yang berani kasih garansi selama itu lho.

Oh iya, produk ini juga udah lulus uji SNI dan punya Sertifikat Hemat Energi (SHE). Jadi selain adem di badan, adem juga di hati karena tahu produk yang kita pakai aman, efisien, dan berkualitas.

Fun Fact: Nikita Willy Juga Punya Kipas Angin Miyako di Rumahnya!

Yang bikin aku makin yakin sama produk ini, ternyata Nikita Willy, artis dan mom muda inspiratif itu juga pakai Kipas Angin Miyako di rumahnya. Nggak heran sih, soalnya Nikita dikenal sebagai sosok yang selektif dalam memilih produk rumah tangga. Kalau dia aja udah percaya, berarti kualitas dan kenyamanannya memang nggak main-main dong ya.

Bahkan pas di event BIGFAN Miyako, ada satu momen seru waktu pengunjung rame foto di depan stand Kipas Kesayangan Nikita Willy. Semua orang pada excited dan pengin coba ngerasain “angin sejuknya Nikita”, haha. Tapi serius, acara itu berhasil nunjukin kalau Miyako bukan cuma soal produk, tapi juga tentang lifestyle, hidup lebih nyaman, lebih efisien, dan tetap stylish.

Kenapa Kipas Angin Miyako Bisa Jadi Rekomendasi 

Kalau ngomongin soal kenyamanan tentu itu yang utama ya. Dan kenyamanan itu berawal dari hal sederhana seperti udara yang segar dan ruangan yang adem.

Dan dari semua yang aku lihat di event BIGFAN Miyako, aku bisa bilang Kipas Angin Miyako bukan cuma sekadar alat elektronik, tapi bagian dari gaya hidup modern yang peduli sama kualitas hidup.

Produk lokal, desain modern, hemat energi, dan yang paling penting adalah produknya awet. Nggak cuma adem di ruangan, tapi juga adem di hati karena tahu kita dukung produk buatan Indonesia yang berstandar tinggi.

Jadi, kalau kamu lagi cari Kipas Angin yang bukan cuma kuat tapi juga hemat, aman, dan estetik, Miyako KAS-1697 DRW ini bisa banget jadi pilihan. Apalagi kalau udah tahu Nikita Willy juga pakai, rasanya nggak perlu mikir dua kali buat bawa pulang.

Karena kadang, rasa nyaman di rumah itu nggak cuma dari desain interior atau wangi ruangan saja, tapi juga dari hembusan angin yang pas, tenang, dan bikin betah. Dan buatku, #KipasAngin Miyako berhasil menghadirkan semua itu dalam satu produk.

Oiya jangan lupa ikutan Photo Challange yang diadakan oleh Miyako. Lumayan banget siapa tau kalian jadi salah satu orang yang beruntung dapat hadiah. Untuk informasi lengkapnya bisa cek di bio Instagram nya @miyakoofficial.id

Kalau ngomongin soal hutan, kebanyakan dari kita mikirnya cuma deretan pohon hijau yang adem dipandang mata. Tapi buat masyarakat adat, hutan itu jauh lebih dari sekadar pohon. Itu rumah mereka, dapur, sekolah, bahkan identitas yang udah diwariskan turun-temurun dari leluhur.

Aku baru benar-benar merasakan makna itu ketika kemarin ikut Zoom global meeting COP30. Buatku, itu pengalaman yang membuka mata, sekaligus bikin hati campur aduk. Ada rasa kagum, ada rasa sedih, tapi juga ada rasa tanggung jawab.

Suara dari Indonesia di Forum Dunia

Di forum itu, ada Kak Rukka Sombolinggi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang jadi perwakilan Indonesia. Jujur, aku salut banget sama beliau. Cara beliau menjelaskan perjuangan masyarakat adat tuh sederhana, tapi ngena banget.

Kak Rukka cerita bagaimana masyarakat adat udah menjaga bumi sejak dulu. Dari ilmu turun-temurun, mereka tau kapan waktunya nanam, kapan harus berhenti mengambil hasil hutan, sampai cara merawat tanah agar tetap subur buat generasi berikutnya. Mereka menjaga bukan karena perintah, tapi karena rasa. Karena hutan udah jadi bagian dari jiwa mereka.

Ada satu kalimat yang benar-benar nempel di kepalaku:

“The Answer is Us.”

Jawabannya ada di kita semua. Bukan hanya tugas masyarakat adat, tapi tugas kita bersama.

Tantangan yang Nggak Kecil

Dari cerita Kak Rukka, aku juga jadi sadar bahwa perjuangan masyarakat adat itu nggak mudah. Banyak tantangan yang mereka hadapi, bahkan jauh sebelum isu krisis iklim jadi sorotan dunia.

Transisi energi yang katanya demi masa depan bersih, misalnya, ternyata seringkali bikin tanah adat tergusur. Dukungan global juga kadang cuma berhenti di atas kertas, tapi nggak sampai ke kampung-kampung.

Tapi di balik semua tantangan itu, masyarakat adat tetap bertahan. Mereka tetap membuka sekolah adat, mendampingi kasus-kasus perampasan hak, dan berusaha memulihkan wilayah yang rusak. Itu kerja panjang yang seharusnya kita apresiasi dan dukung sepenuh hati.

Perspektif dari Negara Lain

Yang bikin makin menarik, forum ini juga menghadirkan narasumber dari berbagai negara. Ada Laila Zaid, aktivis lingkungan dari Brasil, dan Lucia, seorang storyteller dari Spanyol.

Laila menekankan pentingnya komunikasi dan edukasi publik. Katanya, isu iklim itu nggak bisa berhenti di ruang rapat, harus sampai ke masyarakat lewat konten dan narasi yang relevan. Lucia juga bilang, storytelling itu kunci. Lewat cerita, pesan bisa lebih nyampe dan bikin orang ikut peduli.

Aku jadi mikir, sebenarnya peran kita sebagai content creator juga penting banget. Bukan cuma bikin konten buat hiburan, tapi juga bisa jadi medium buat menyuarakan hal-hal besar kayak gini.

COP30: Lebih dari Sekadar Pertemuan

Buat sebagian orang, COP30 mungkin cuma terdengar kayak forum internasional yang ribet, penuh istilah teknis, dan jauh dari kehidupan sehari-hari. Tapi dari yang aku alami, nyatanya nggak sesederhana itu.

COP30 adalah ruang di mana hampir 100 negara duduk bareng, nyari solusi buat krisis iklim global. Dan yang bikin aku terharu, masyarakat adat juga hadir dengan tuntutan yang jelas diantaranya:

1. Perlindungan hak kolektif.

2. Hentikan kriminalisasi.

3. Pemulihan wilayah.

4. Akses pendanaan langsung ke kampung.

Tuntutan ini bukan hanya soal Indonesia, tapi juga dialami masyarakat adat di seluruh dunia. Artinya, perjuangan ini lintas negara, lintas budaya, tapi punya tujuan yang sama: menjaga bumi tetap hidup.

Kenapa Kita Harus Peduli?

Jujur, pas denger semua cerita itu, aku jadi refleksi. Selama ini, kita sering mikir menjaga lingkungan itu tugas pemerintah, tugas aktivis, atau tugas masyarakat adat aja. Padahal, kalau mereka aja bisa berdiri di garis depan dengan segala keterbatasan, kenapa kita yang lebih “nyaman” malah cuek?

Menurutku, langkah kecil itu nggak pernah sia-sia. Bisa dimulai dari hal sesederhana ngurangin plastik sekali pakai, lebih bijak konsumsi, atau sekadar menyuarakan dukungan lewat media sosial. Karena semakin banyak orang yang peduli, semakin besar juga tekanan buat para pengambil kebijakan supaya nggak menutup mata.

Buatku pribadi, ikut forum ini bikin aku makin yakin kalau isu iklim itu bukan sekadar isu “orang lain”. Ini isu kita semua. Dan kalau kita diam, ya berarti kita ikut bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi.

Beruntung bisa ikut mendengar langsung suara masyarakat adat dari berbagai negara. Dari Kak Rukka di Indonesia, Laila di Brasil, sampai Lucia di Spanyol, semua punya pesan yang sama yaitu bumi ini cuma satu, dan kita harus jaga bareng-bareng.

Masyarakat adat udah kasih contoh nyata bagaimana menjaga alam dengan kearifan lokal yang bertahan ratusan tahun. Sekarang tinggal kita, apakah mau ikut berdiri bersama mereka, atau tetap jadi penonton pasif?

Buatku jawabannya jelas. Menjaga bumi bukan sekadar pilihan, tapi kebutuhan. Karena bumi ini bukan cuma milik kita hari ini, tapi juga warisan buat generasi berikutnya. Dan ingat… jaga bumi artinya juga jaga masa depan kita.

Salam,

Ada satu momen yang paling aku suka dari rutinitas bareng teman-teman yaitu random hangout. Yang awalnya cuma niat ngopi santai, eh ujung-ujungnya malah jadi sesi kerja bareng, diskusi ide, sampai ngebahas hidup yang nggak ada ujungnya. Dan hari itu, semua berawal dari satu kalimat sederhana:

“Eh, cobain ngopi di The Flag Coffee yuk. Katanya tempatnya enak banget buat nongkrong sekalian kerja.”

Awalnya aku nggak berekspektasi tinggi. Pikirku, ya paling kayak coffee shop biasa ada kopi, colokan, dan Wi-Fi yang kadang lemot di jam rame. Tapi begitu sampai, suasananya langsung beda.

First Impression: Nyaman Banget Buat Nongkrong & Kerja

Begitu masuk ke The Flag Coffee, aku langsung ngerasa ambience-nya hangat dan homey. Pencahayaan lembut, desain interior yang minimalis tapi tetap estetik, dan aroma kopi yang langsung nyapa begitu pintu dibuka.

Tempatnya terdiri dari dua lantai. Lantai bawah cocok banget buat nongkrong santai sambil ngobrol, sedangkan lantai dua didesain sebagai co-working space dan meeting room. Lengkap banget ada meja besar, kursi, stopkontak di setiap sisi, dan bahkan mushola.

Sebagai orang yang sering kerja remote dan bikin konten di luar rumah, aku langsung ngerasa “ini tempat yang bakal sering aku datengin.” Kadang kan kita cuma butuh suasana baru biar ide ngalir lancar dan The Flag Coffee ini punya semuanya yakni tenang, bersih, dan produktif vibes-nya dapet banget.

Ngopi dengan Cerita: Dari Biji ke Rasa

Satu hal yang aku apresiasi dari coffee shop ini adalah komitmen mereka sama kualitas kopi. Di sini, mereka nggak cuma jual minuman, tapi juga pengalaman menikmati kopi dari berbagai daerah di Indonesia.

Ada biji kopi pilihan dari berbagai daerah di Indonesia. Buat pecinta kopi sejati, ini surga kecil sih. Kamu bisa pilih beans sesuai selera, bahkan beli untuk diseduh sendiri di rumah. Dan stafnya pun ramah banget mereka siap jelasin karakter tiap biji kopi dengan detail, dari tingkat keasaman sampai aroma aftertaste-nya. Jadi kalau mau tanya-tanya ke stafnya boleh banget sebelum menentukan pilihan mau kopi yang mana.

Kalau kamu penggemar kopi tapi juga pencinta dessert, affogato wajib banget dicoba. Es krim vanilla-nya meleleh pelan saat kena panas espresso, menciptakan sensasi lembut dan bold dalam satu suapan.

Nah kalau kamu bukan penikmat kopi, tenang aja. The Flag Coffee juga punya banyak pilihan non-coffee drinks dan makanan ringan. Dari sekian menu yang aku coba, ada menu yang menurutku stand out banget. Ubi Brulee, ini wajib banget kamu cobain. Teksturnya lembut, topping-nya caramelized tipis yang renyah, dan manisnya pas banget di lidah. Rasanya tuh kayak comfort food yang bikin hati adem setelah kerja lama.

Oiya Dimsum dan French Fries mereka juga juara. Dimsumnya fresh, nggak terlalu oily, dan porsinya cukup buat sharing. Sementara french fries-nya gurih, disajikan hangat dengan saus khas The Flag yang bikin nagih.

Co-working Space dan Meeting Room yang Produktif Banget

Nah, ini bagian yang paling aku suka. Di lantai dua, The Flag Coffee punya area co-working space yang nyaman banget. Meeting room nya juga punya fasilitas lengkap jadi cocok buat brainstorming, pitching project, atau bahkan rapat kecil bareng tim. Dan yang nggak ketinggalan, disini juga sudah disediakan mushola, jadi nggak perlu bingung lagi untuk ibadah. 

The Flag Coffee Bukan Sekadar Tempat Ngopi

Menurutku, The Flag Coffee ini bukan cuma coffee shop biasa. Ini tempat di mana nongkrong bisa berubah jadi ide besar, di mana kerja bisa tetap santai, dan di mana setiap teguk kopi punya cerita.

Harga menunya juga ramah di kantong, poin plus yang bikin pengunjung makin yakin buat balik lagi. Buat mahasiswa, freelancer, atau siapa pun yang suka ngopi sambil produktif, tempat ini bisa jadi “basecamp” favorit baru sih.

Apalagi dengan pilihan beans yang beragam, The Flag Coffee seakan jadi jembatan kecil untuk mengenal kekayaan kopi nusantara. Karena sejatinya, setiap biji kopi punya perjalanan panjang mulai dari petani, proses sangrai, hingga akhirnya tersaji di meja kita. Dan The Flag berhasil merangkum semua itu dalam satu ruang yang hangat dan penuh cerita.

Catat Alamatnya, Siapa Tahu Jadi Tempat Favorit Kamu Juga! Jalan Raya Panggung No.27 RT.006 RW.003 Jatibening, Bekasi, 17412.

Entah buat nongkrong santai, kerja bareng tim, atau sekadar me time dengan secangkir kopi favorit, The Flag Coffee selalu punya ruang buat kamu.

Karena kadang, produktif itu nggak melulu soal kerja keras. Tapi juga tentang menemukan tempat yang bikin kamu betah, tenang, dan bisa tetap jadi diri sendiri. Dan The Flag Coffee adalah salah satu tempat itu.